Pemeriksaan Sputum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Melihat dan mengamati bakteri dalam
kedaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak berwarna juga
transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan
suatu teknik pewarnaan sel bakteri, ini merupakan salah satu cara yang paling
utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi.
Prinsip dasar dari pewarnaan ini
adalah adanya ikatan ion antara komponen seluler dari bakteri dengan senyawa
aktif dari pewarnaan yang disebut kromogen. Terjadi ikatan ion karena adanya
muatan listrik baik pada komponen seluler maupun pada pewarnaan. Berdasarkan
adanya muatan ini maka dapat dibedakan pewarna asam dan pewarna basa.
Bakteri yang memiliki
ciri-ciri berantai karbon (C) yang panjangnya 8– 95 mikrometer dan memiliki
dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat,
lipid yang ada bisa mencapai 60% dari
berat dinding sel disebut Basil Aahan Asam (BTA). Bakteri ini ada 41 spesies
yang telah diakui oleh ICSB (International Committe On Systematic Bacteriology)
yang sebagian besar sudah saprofit dan sebagian kecil lainnya patogen untuk
manusia diantaranya Mycobacterium
tuberculosa, Mycobacterium leparae dan lain-lainya yang dapat menyebabkan
infeksi kronik. Golongan saprofit dikenal juga dengan nama atipik.
Mikroorganisme di dunia ini ada yang
menguntungkan dan ada juga yang merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan
dapat kita manfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan hidup manusia, akan
tetapi, banyak juga mikroorganisme yang tidak menguntungkan kita yaitu dengan
menyebabkan terjadinya penyakit pada tubuh manusia. Salah satu mikroorganisme
yang dapat menyebabkan atau menginfeksi manusia adalah Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri ini dapat mengakibatkan
penyakit tuberculosis pada manusia. Tuberculosis merupakan salah satu penyakit
yang mematikan dan berbahaya di dunia. Berdasarkan hal inilah yang menjadi latar belakang
dilaksanakannya percobaan ini untuk mengetahui teknik pewarnaan Basil Tahan
Asam (BTA) dan mengamati tingkat infeksi dari sputum apakah terdapat Mycobacterium atau tidak.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya praktikum pemeriksaan
sputum ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui teknik pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA).
2.
Untuk
mengamati Mycobacterium (jika ada)
dan mengetahui tingkat infeksi dari sputum.
1.3
Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil praktikum
yang telah dilaksanakan yaitu mengetahui teknik pewarnaan Basil Tahan Asam
(BTA) dan mengetahui tingkat infeksi dari sputum di mana pada sputum tersebut
terdapat Mycobacterium atau tidak. Selain itu manfaat bagi seorang tenaga
kesehatan masyarakat adalah kita dapat mengetahui diagnosa awal dari sputum
yang terinfeksi oleh bakteri Mycobacterium
tuberculose, di mana bakteri ini dapat menyebabkan penyakit TBC yang sangat
berbahaya jika tidak di ketahui diagnosanya sejak dini.
BAB II
TINJAUAN PUSATAKA
Bakteri memiliki beberapa bentuk
yaitu basil (tongkat), coccus, spirilum. Bakteri yang berbentuk tongkat maupun
coccus dibagi menjadi beberapa macam. Pada bentuk basil pembagiannya yaitu
basil tunggal, diplobasil dan tripobasil. Pada coccus dibagi menjadi Monococcus, Diplococcus dan Staphylococcus.
Khusus pada spirilum hanya dibagi dua yaitu setengah melengkung dan melengkung
(Dwidjoseputro, 1998).
Melihat dan mengamati bakteri dalam
kedaan hidup sangat sulit, karena selain bakteri itu tidak berwarna juga
transparan dan sangat kecil. Untuk mengatasi hal tersebut maka dikembangkan
suatu teknik pewarnaan sel bakteri, ini merupakan salah satu cara yang paling
utama dalam penelitian-penelitian mikrobiologi (Dwidjoseputro, 1998).
Mikroorganisme sulit dilihat dengan
mikroskop cahaya, karena tidak mengabsorpsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan
inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme
ataupun latar belakangnya. Zat warna mengabsorpsi dan membiaskan cahaya
sehingga kontras mikroorganisme disekelilingya ditingkatkan. Penggunaan zat
warna memungkinkan pengamatan struktur sel seperti spora dan bahan infeksi yang
mengandung zat pati dan granula fosfat. Pewarnaan yang digunakan untuk melihat
salah satu struktur sel disebut pewarnaan khusus, sedangkan pewarnaan yang
digunakan untuk memilahkan mikroorganisme disebut pewarnaan diferensial yang
memilahkan bakteri menjadi kelompok gram positif dan gram negatif. Pewarnaan
diferensial lainnya ialah pewarnaan Ziehl Neelsen yang memilahkan bakteri
menjadi kelompok-kelompok tahan asam dan tidak tahan asam (Dwidjoseputro, 1998).
Metode pengecatan pertama kali
ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884. Dengan metode ini, bakteri dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif,
yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut. Reaksi
atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding selnya, sehingga
pengecatan gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang tidak mempunyai
dinding sel seperti Mycoplasma sp (Waluyo,
2004).
Teknik Pewarnaan bukan pekerjaan
yang sulit tapi perlu ketelitian dan kecermatan bekerja serta mengikuti aturan
dasar yang berlaku (Lay, 1994).
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk
mempermudah pengamatan bentuk sel bakteri, memperluas ukuran jasad, mengamati
struktur dalam dan luar sel bakteri dan melihat reaksi jasad terhadap pewarna
yang diberikan sehingga sifat fisik atau kimia jasad dapat diketahui
(Hadiutomo, 1990).
Berhasil tidaknya suatu pewarnaan
sangat ditentukan oleh waktu pemberian warna dan umur biakan yang diwarnai
(umur biakan yang baik adalah 24 jam). Umumnya zat warna yang digunakan adalah
garam-garam yang dibangun oleh ion-ion yang bermuatan positif dan negatif
dimana salah satu ion tersebut berwarna. Zat warna dikelompokkan menjadi dua,
yaitu zat pewarna yang bersifat asam dan basa. Jika ion yang mengandung warna
adalah ion positif maka zat warna tersebut disebut pewarna basa dan bila ion
yang mengandung warna adalah ion negatif maka zat warna tersebut disebut
pewarna negatif (Hadiutomo, 1990).
Zat warna yang digunakan dalam
pewarnaan bersifat basa dan asam. Pada zat warna basa bagian yang berperan
dalam memberikan warna disebut kromofor dan memiliki muatan positif, sebaliknya
pada zat warna asam bagian yang berperan memberikan zat warna mempunyai muatan negatif.
Zat warna basa lebih banyak digunakan karena muatan negatif banyak ditemukan di
dinding sel, membran sel dan sitoplasma. Sewaktu proses pewarnaan muatan
positif pada zat warna basa akan berkaitan dengan muatan negatif dalam sel,
sehingga mikroorganisme lebih jelas terlihat (Dwidjoseputro, 1998).
Zat warna asam yang bermuatan
negatif lazimnya tidak digunakan untuk mewarnai mikroorganisme, namun biasanya
dimanfaatkan untuk mewarnai latar belakang sediaan pewarnaan. Zat warna asam
yang bermuatan negatif ini tidak dapat berkaitan dengan muatan negatif yang
terdapat pada struktur sel. Terkadang zat warna negatif digunakan untuk
mewarnai bagian sel yang bermuatan positif, perlu diperhatikan bahwa muatan dan
daya ikat zat warna terhadap struktur sel dapat berubah bergantung pada pH
sekitarnya sewaktu proses pewarnaan (Dwidjoseputro, 1998).
Prosedur pewarnaan yang menghasilkan
pewarnaan mikroorganisme disebut pewarnaan positif dalam prosedur pewarnaan ini
dapat digunakan zat warna basa yang bermuatan positif maupun zat warna asam
yang bermuatan negatif, sebaliknya pada pewarnaan negatif latar belakang di sekeliling
mikroorganisme diwarnai untuk meningkatkan kontras dengan mikroorganisme yang
tak berwarna. Pewarnaan mencakup penyiapan mikroorganisme dengan melakukan
preparat ulas (Dwidjoseputro, 1998).
Sebelum dilakukan pewarnaan dibuat
ulasan bakteri di atas kaca objek. Ulasan ini kemudian difiksasi. Jumlah
bakteri yang terdapat pada ulasan haruslah cukup banyak sehingga dapat terlihat
bentuk dan penataanya sewaktu diamati. Kesalahan yang sering kali dibuat adalah
menggunakan suspensi bakteri yang terlalu padat terutama bila suspensi tersebut
berasal dari bukan media padat, sebaliknya pada suatu suspensi bakteri bila
terlalu encer, maka akan diperoleh kesulitan sewaktu mencari bakteri pada
preparatnya (Sutedjo, 1991).
Pada pewarnaan sederhana hanya
digunakan satu macam zat warna untuk meningkatkan kontras antara mikroorganisme
dan sekelilingnya. Lazimnya, prosedur pewarnaan ini menggunakan zat warna basa
seperti seperti crystal violet, methylen blue, karbol fuchsin basa, safranin
atau hijau malakit. Kadang kala digunakan zat warna negatif untuk pewarnaan
sederhana. Zat warna asam yang sering digunakan adalah nigrosin dan merah kongo
(Lay, 1994).
Pewarnaan Ziehl Neelsen atau
pewarnaan tahan asam memilahkan kelompok Mycobacterium
dan Nocandia dengan bakteri lainnya.
Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat
warna pertama (karbol fuchsin) sewaktu dicuci
dengan larutan pemucat (alkohol asam). Larutan asam terlihat berwarna merah,
sebaliknya pada bakteri yang tidak tahan asam karena larutan pemucat (alkohol
asam) akan melakukan reaksi dengan karbol fuchsin
dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak berwarna (Lay, 1994).
Basil tahan asam merupakan bakteri
yang kandungan lemaknya sangat tebal sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi
pewarnaan biasa, tetapi harus dengan pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini
disebut Basil Tahan Asam (BTA) karena dapat mempertahankan zat warna pertama
sewaktu dicuci dengan larutan pemucat. Golongan bakteri ini biasanya bersifat
patogen pada manusia contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat diisolasi dari sputum penderita
TBC. Reaksi hasil pewarnaannya jika positif terdapat bakteri TBC berwarna
merah. Selain menyerang manusia juga menyerang hewan seperti marmut, dan kera.
Penularannya dapat melalui udara yang masuk ke saluran pernapasan (Pelczar,
1988).
Percobaan tentang transmisi penyakit
TBC pertama kali dilakukan oleh Klencke pada tahun 1843. Klencke memproduksi
TBC di dalam tubuh kelinci dengan inokulasi jaringan TBC secara intravena.
Infeksi oleh kuman TBC juga dibuktikan oleh Villemin pada tahun 1865 dengan cara
memproduksi penyakit ini pada kelinci dengan inokulasi jaringan TBC tipe human
dan bovine. Dia yang pertama kali mendemonstrasikan perbedaan resistensi
kelinci terhadap organisme tipe human dan bovine. Villemin menyimpulkan bahwa
TBC adalah penyakit spesifik, TBC disebabkan oleh agen inocilable,
penyakit ini dapat menular dari manusia ke kelinci, TBC adalah penyakit yang
mematikan. Robert Koch merupakan penemu Mycobacterium tuberculosis pada
tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi
nama basil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai
Koch Pulmonum (KP). Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Pelczar, 1988).
Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang
ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculose. Penyakit ini paling
sering menyerang paru-paru walaupun pada sepertiga kasus menyerang organ tubuh lain dan ditularkan
orang ke orang. Ini juga salah satu penyakit tertua yang diketahui menyerang
manusia (Brooks, 2005).
Cara diagnosa penyakit TBC dengan
menggunakan pendekatan mikrobiologis adalah dengan pewarnaan Basil Tahan Asam
(BTA). Pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) menggunakan beberapa teknik atau metode
pewarnaan. Teknik pewarnaan tersebut antara lain Tan Thiam Hok (Kinyoun
Gabber), Ziehl-Neelsen, dan Fluorokrom. Metode Ziehl-Neelsen merupakan
pewarnaan standar untuk mengamati Mycobacterium tuberculosis (Kurniawati,
2005).
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang,
berukuran panjang 5µ dan lebar 3µ, tidak membentuk spora dan termasuk bakteri
aerob. Mycobacterium tuberculose dapat diberi pewarnaan seperti bakteri lainnya,
misalnya dengan Pewarnaan Gram. Namun, sekali Mycobacterium diberi warna oleh pewarnaan gram, maka warna tersebut
tidak dapat dihilangkan dengan asam, oleh karena itu, maka Mycobacterium disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Beberapa
mikroorganisme lain yang juga memiliki sifat tahan asam, yaitu spesies Nocardia, Rhodococcus dan Legionella micdadei. Pada
dinding sel Mycobacterium tuberculose, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan
di bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Lipoarabinomannan,
suatu molekul lain dalam dinding sel Mycobacterium,
berperan dalam interaksi antara inang dan patogen, menjadikan Mycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag
(Thomas,
1999).
Tuberkulosis (TBC) yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru dan juga memberikan
efek terhadap susunan saraf pusat, sistem limfatik, sistem sirkulasi, sistem urogenital,
tulang, tulang sendi dan kulit. Penyakit ini diketahui dapat menyerang semua bangsa
burung, mamalia, primata termasuk manusia. Selain Mycobacterium tuberculosis
(tipe human), dikenal juga spesies Mycobacterium bovis dan Mycobacterium
avium. Mycobacterium bovis dan Mycobacterium avium jarang
terjadi pada orangutan. Hanya terdapat sekitar 10% laporan kasus TBC pada
primata yang disebabkan oleh Mycobacterium bovis. TBC tipe Human paling
banyak ditemukan pada primata dan manusia (Sari, 2004).
Tuberkulosis
paru (TB) adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosa paru termasuk suatu
pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosa paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosa, sedangkan 20% selebihnya
merupakan tuberkulosa ekstrapulmonar.
Diperkirakan bahwa sepertiga penduduk dunia pernah terinfeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (Darmanto,
2010).
Sistem kekebalan tubuh
(pertahanan) dapat melawan infeksi dan menghentikan bakteri yang menyebar.
Sistem kekebalan tubuh akhirnya dengan membentuk jaringan parut mengelilingi Mycobacterium tuberculosa dan
mengisolasi seluruh tubuh (Darmanto, 2010).
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Waktu dan Tempat
Adapun
waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum pemeriksaan sputum yaitu :
Hari/Tanggal :
Sabtu, 13 April 2013
Waktu : 13.00 WITA-Selesai
Tempat : Laboratorium Terpadu
Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan
Universitas Tadulako.
3.2
Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum
pemeriksaan sputum yaitu :
3.2.1 Alat
1.
Mikroskop
2.
Pipet
tetes
3.
Kaca
objek
4.
Bunsen
5.
Hand
sprayer
6.
Korek
api
7.
Lidi
8.
Penjepit
tabung
3.2.2 Bahan
1.
Sputum
(dahak)
2.
Alkohol
asam 3%
3.
Karbol
fuchsin 0,3%
4.
Aquadest
5.
Methylen
Blue
6.
Spritus
7.
Alkohol
70%
8.
Handskun
9.
Masker
3.3
Prosedur Kerja
Adapun
prosedur kerja yang di lakukan dalam praktikum ini yaitu :
1.
Memakai masker dan handskun sebelum melakukan
percobaan.
2.
Mensterilkan tangan dan alat-alat yang akan
digunakan, sebelum melakukan percobaan dengan menggunakan alkohol 70%
3.
Preparat di buat secara langsung dengan
meletakkan sampel sputum di atas kaca objek dengan menggunakan lidi (dalam keadaan aseptis).
4.
Menunggu sampel sputum yang berada
pada kaca objek sampai kering.
5.
Menetesi karbol
fuchshin 0,3 % pada sampel yang sudah
kering.
6.
Memfiksasi
sampel di atas api bunsen sampai adanya asap yang muncul.
7.
Kemudian mencuci sampel dengan
menggunakan aquades mengalir dan menunggu sampai sampel kering kembali.
8.
Meneteskan dengan alcohol asam 3%, lalu mencuci
menggunakan aquades mengalir dan mengerinkannya.
9.
Meneteskan cairan methylen blue pada sampel dan menunggu hingga 20-30
detik.
10.
Membersihkan kembali sampel dengan
menggunakan aquades mengalir, setelah itu menunggu sampai sampel kering
kembali.
11.
Mengamati sampel dengan menggunakan
mikroskop.
12.
Mengambil gambar dari sampel yang terlihat
melalui mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
No.
|
Kelompok
|
Gambar
|
Keterangan
|
|
Sampel
|
Literatur
|
|||
1.
|
I
|
Positif (+)
|
Positif (+)
|
|
Negatif (-)
|
||||
2.
|
II
|
Positif (+)
|
Negatif (-)
|
|
Negatif (-)
|
||||
3.
|
III
|
Positif (+)
|
Positif (+)
|
|
Negatif (-)
|
||||
4.
|
IV
|
Positif (+)
|
Positif (+)
|
|
Negatif (-)
|
||||
5.
|
V
|
Positif (+)
|
Negatif (-)
|
|
Negatif (-)
|
||||
6.
|
VI
|
Positif (+)
|
Negatif (-)
|
|
Negatif (-)
|
4.2
Pembahasan
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui teknik
pewarnaan Basil Tahan Asam (BTA) dan mengamati tingkat infeksi dari sputum
apakah terdapat Mycobacterium atau
tidak. Sampel yang di gunakan untuk menguji ada atau tidaknya Mycobaterium yaitu sputum.
Sputum adalah lendir dan materi lainnya yang dibawa dari paru-paru, bronkus
dan trakea yang mungkin dibatukkan dan dimuntahkan atau ditelan. Uji Basil Tahan Asam (BTA) pada praktikum kali ini
menggunakan prosedur pewarnaan Ziehl Neelsen yaitu dengan memberi larutan pewarna karbol fuchsin, alkohol asam dan methylen blue.
Pewarnaan tahan asam dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa
tuberkulosis.
Pewarnaan tahan asam menggunakan
larutan Ziehl-Neelsen A (karbol fuchsin),
Ziehl-Neelsen B (alkohol asam : HCL 3% dalam
metanol 95%) dan Ziehl-Neelsen C (methylen blue). Hasil
pewarnaan maka basil tahan asam akan berwarna merah
dan basil tidak tahan asam akan berwarna
biru. Basil tahan asam (BTA) merupakan bakteri
yang memiliki ciri-ciri yaitu berantai karbon (C) yang panjangnya 8-95
mikrometer dan memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin
dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding
sel. Mycobacterium tuberculose adalah
bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberculosis dan bersifat tahan
asam sehingga digolongkan sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
Sebelum semua prosedur kerja dilakukan terlebih dahulu harus
memakai masker dan handskun agar tidak terkontaminasi oleh sputum yang positif
oleh Mycobacterium tuberculose, yang
mana bakteri ini dapat terhirup ketika bernapas dan tangan harus disterilkan menggunakan alkohol
70% yang disemprotkan ke seluruh permukaan tangan.
Langkah selanjutnya preparat yang sudah di buat
difiksasi, yaitu dengan membersihkan kotoran dengan alkohol pada objek glass, fiksasi bertujuan untuk mematikan
bakteri tetapi tidak mengubah struktur sel bakteri, lalu sputum diletakkan di
atasnya dengan menggunakan lidi yang telah di sterilkan dengan alkohol setipis
mungkin kemudian dilakukan pengeringan.
Objek glass yang telah kering lalu di tetesi karbol
fuchsin 0,3% yang berfungsi
mewarnai seluruh sel
bakteri. Objek glass kemudian dipanaskan tetapi tidak sampai
mendidih, hanya sampai adanya asap dari sampel yang dipanaskan hal ini
dilakukan untuk membuka dinding sel dari bakteri sehingga karbol fuchsin dapat di serap oleh bakteri yang
menjadi pewarna bagi bakteri itu sendiri.
Langkah selanjutnya objek glass di cuci dengan
menggunakan aquades mengalir dan dikeringkan, Perlakuan pencucian dengan menggunakan aquades
mengalir bertujuan untuk menutup kembali lemak pada bakteri. Setelah kering
objek glass di teteskan dengan alkohol asam 3%, tujuan
pemberian alkohol asam 3% adalah meluruhkan warna dari karbol fuchsin, tetapi
pada golongan BTA tidak terpengaruh pemberian alkohol asam 3% karena memiliki
lapisan lipid yang sangat tebal sehingga alkohol sukar menembus dinding sel
bakteri tersebut dan memberi warna merah akibat karbol fuchsin tidak hilang, kemudian
di cuci kembali menggunakan aquades mengalir dan dikeringkan.
Objek
glass kemudian di teteskan methylen blue sampai menutupi semua permukaan objek
glass dan di diamkan selama 20-30 detik. Pemberian methylen blue bertujuan
untuk memberi warna background,
kemudian di cuci kembali menggunakan aquades mengalir dan dikeringkan.
Langkah selanjutnya yaitu mengamati objek glass dengan
menggunkan mikroskop dengan menggunakan pembesaran 10X10 untuk melihat apakah
sampel yang di amati mengandung bakteri Mycobacterium
tuberculose atau tidak. Hasil pewarnaan positif pada
Mycobacterium tuberculose akan menunjukkan warna merah dan
negatif akan berwarna biru.
Dari hasil pengamatan di
peroleh bahwa pada sampel sputum I, III dan IV positif terdapat adanya bakteri Mycobaterium tuberculose ini di tandai dengan adanya warna merah dengan latar biru
pada pengamatan melalui mikroskop, sedangkan pada sampel sputum II, V dan VI
negatif karena hanya
terdapat warna latar biru pada pengamatan melalui mikroskop.
Berdasarkan
hasil percobaan diatas maka dapat dikatakan percobaan ini telah berhasil.
Di mana menurut Pelczar
(1988), Basil Tahan Asam (BTA) merupakan bakteri yang kandungan lemaknya sangat
tebal sehingga tidak bisa diwarnai dengan reaksi pewarnaan biasa, tetapi harus
dengan pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut basil tahan asam
(BTA) karena dapat mempertahankan zat warna pertama sewaktu dicuci dengan
larutan pemucat. Golongan bakteri ini biasanya bersifat patogen pada manusia
contohnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri Mycobacterium
tuberculosis dapat diisolasi dari sputum penderita TBC. Reaksi hasil pewarnaannya
jika positif terdapat bakteri TBC berwarna merah.
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang
dapat diambil dari praktikum ini adalah :
1.
Pewarnaan tahan asam adalah
pewarnaan yang menggunakan larutan Ziehl-Neelsen A (karbol fuchsin), Ziehl-Neelsen B (alkohol asam HCL 3% dalam
metanol 95%) dan Ziehl-Neelsen C (methylen blue). Hasil
pewarnaan maka bakteri tahan asam akan berwarna merah dan bakteri tidak tahan
asam akan berwarna biru. Pewarnaan tahan asam dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosa tuberkulosis.
2.
Sampel sputum pada kelompok I, III, dan IV menunjukkan hasil
positif karena ditemukannya bakteri Mycobacterium
tuberculose dalam sampel yang diamati sedangkan pada sampel sputum pada
kelompok II, V, dan VI menunjukkan hasil yang negatif.
5.2
Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan oleh penulis
adalah Pengujian tentang Mycobacterium
tuberculosis lebih lanjut diharapkan bisa dilakukan dengan metode
molekuler dengan teknik PCR yang dapat digunakan secara luas baik di negara
maju maupun di negara berkembang karena M. tuberculosis merupakan salah satu bakteri penyebab
infeksi paru-paru tuberkulosis yang menjadi perhatian bagi dunia kesehatan dan berhati-hati dalam melakukan
prosedur kerja, karena apabila tidak berhati-hati
bisa saja bakteri yang dapat menyebabkan penyakit TBC terhirup dan menginfeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks, 2008. Tuberkulosis Paru Resisten Ganda. Di kutip oleh Ayu Setiawati. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Darmanto, 2010. Ilmu Penyakit Paru. Di kutip dari tulisan
Rizqi Nugraheni Putri. 2011. Trans Info
Media. Jakarta.
Dwidjoseputro,
1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang. Di akses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.44 WITA.
Hadiutomo,
1990. Mikrobiologi Dasar Jilid I. Erlangga.
Jakarta. Di akses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.53 WITA.
Kurniawati.
2005. Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen, dan Fluorokrom sebagai
Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam untuk Pemeriksaan Mikroskopis Sputum. Di kutip dari
tulisan Zita Marisa. Vol
9, juni 2005 : 29-33. Makara Kesehatan.
Lay, 1994. Analisis
Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Di akses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.44
WITA.
Pelczar, 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 2.
UI Press. Jakarta. Di akses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.44 WITA.
Sari,
2004. Penyakit Infeksius yang menular Melalui Udara pada Orangutan (Pongo
pygmaeus). Di kutip oleh Ayu Brilian Wardani. 2011. Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutedjo, 1991.
Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Di akses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.55 WITA.
Thomas,
1999. The White Death: A History of Tuberculosis. Di kutip
oleh Isa Muhamad Raden. 2011. Universitas Diponegoro. Semarang.
Waluyo,
2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.
Di akses pada tanggal 14 April 2013 pukul 17.44 WITA.
0 Response to "Pemeriksaan Sputum"
Posting Komentar